Thursday, September 22, 2016

Cabai Pelangi yang "Unyu-Unyu"


Guru Besar IPB Ciptakan Cabai Pelangi
Cabai Pelangi
 Ibu-ibu sekarang tidak perlu khawatir lagi dengan mahalnya harga cabai. Jika curah hujan tinggi atau mendekati hari raya maka dapat dipastikan harga cabai mahal. Padahal untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam satu keluarga kecil bahagia (dengan dua anak), hanya diperlukan 5-10 pot tanaman cabai hias yang ditanam bergiliran.

Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Muhammad Syukur, konsumsi cabai nasional sekitar 2,6-3 kg/kapita/tahun. Artinya, kebutuhan cabai bisa dipenuhi dari pekarangn sendiri atau menanam cabai dalam pot.

Untuk membuat tampilan cabai di dalam pot semakin menarik, Prof. Syukur mengembangkan tujuh cabai hias yang menghasilkan warna buah secantik pelangi. Yakni IPB Ungara, IPB Seroja, Lembayung, Syakira, Jelita, Namirra dan Ayesha.

IPB Seroja memiliki 8 warna buah yang berbeda dan tingkat kepedasannya cukup tinggi. IPB Ungara memiliki warna buah ungu yang mengandung antosianin (tinggi kandungan antioksidannya).

"Motivasi awal membuat cabe pelangi adalah untuk ketahana pangan keluarga dimana hanya dibutuhkan 3 kg cabai per orang per tahun. Dengan nanam 5 pot saja, kebutuhan cabai keluarga sudah tercukupi setiap bulan. Agar menarik, cabai hias ini dirakit untuk ditanam di dalam pot, desain warna atraktif dan tidak tinggi. Warna dibuat seatraktif mungkin sehingga buah cabenya ada gradasi warna. Pengaturan tingkat kematangan setiap buah dilakukan agar dalam satu tanaman bisa seperti pelangi. Jadilah cabe hias yang bisa di konsumsi," ujarnya.

Guru Besar IPB Ciptakan Cabai Pelangi
Prof. Muhammad Syukur 
Cabai hias ini memiliki umur tanam hingga 6 bulan dan mulai bisa dipanen saat sudah menginjak 3 bulan setelah tanam. Perawatannya tidak susah, setiap minggu beri pupuk AB Mix sekitar 250 gr per pot. Jika tidak ada, kita bisa gunakan NPK atau Pupuk Daun. Tanaman bisa disimpan di dalam ruangan atau di luar ruangan (jangan terkena sinar matahari langsung). Siram dengan air sehari sekali.

Hingga saat ini, IPB telah merilis 23 varietas cabai yakni cabai besar, cabai semi keriting, cabai keriting, cabai hias dan tomat (tulisan tentang varietas tomat bisa di baca disini). Semua cabe disetting untuk ditanam di dataran rendah sehingga saat di tanam di dataran tinggi hasilnya bisa lebih baik. Dari 23 varietas, 11-12 varietas sudah digunakan oleh petani di seluruh Indonesia.

"Kita banyak publish varietas agar petani bisa memilih sesuai dengan kondisi iklim didaerahnya," tuturnya.

Selain mengembangkan cabai dan tomat, Prof. Syukur juga mengembangkan beberapa varietas sayur yang memiliki kandungan antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang dapat larut di dalam air dan berperan memberi warna ungu, merah dan biru pada buah-buahan dan sayuran. Senyawa antosianin ini memiliki kemampuan yang tinggi sebagai antioksidan.

Saat ini Laboratorium Pemuliaan Tanaman IPB telah memiliki varietas untuk beberapa komoditas sayuran penting berantosianin tinggi yaitu Ungara IPB (cabai ungu tua), Lembayung IPB (cabai ungu), Zahira IPB (okra ungu) dan Fagiola IPB (kacang panjang ungu) serta beberapa galur kecipir ungu, tomat ungu, buncis ungu dan jagung manis ungu.

Beberapa varietas yang berhasil dikembangkan Prof. Syukur

Wednesday, September 21, 2016

Cerita Cita Lusita, Anak Rantau yang Bermetamorfosa

Lusita Meilana, Lulusan IPB
Lusita Meilana, S.Pi, M.Si
Hari ini merupakan salah satu hari yang paling membahagiakan bagi Lusita Meilana, gadis desa dari Pematang Tahalo, Lampung Timur ini resmi menyandang gelar Master Sains dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) nyaris sempurna yakni 3,91. Tahun depan gelar Master of Science juga akan Ia dapatkan dari Xiamen University, China. 

Mulai menempuh pendidikan tinggi di IPB sejak tahun 2010 berkat program Bidikmisi, Lusita mendapatkan kesempatan untuk langsung melanjutkan studi S2 melalui program fastract. Setelah dinyatakan lulus program magister IPB, Lusita lalu mendapatkan beasiswa S2 dari Xiamen Universitas China.

Prestasi ini diraih Lucita dengan penuh perjuangan. Cerita Lusita bermula kala Ia harus melunasi biaya kuliah program magisternya. Lusita tidak bisa melakukan seminar atau presentasi hasil penelitiannya karena biaya kuliah sebesar 16 juta rupiah belum Ia bayar. Selama ini, uang yang Ia dapatkan dari hasil kerja serabutan (translater, mengajar les bahasa inggris, melatih mahasiswa yang akan presentasi dll) hanya bisa untuk biaya hidup sehari-hari. 

"Saat S1 saya dapat beasiswa bidikmisi. Tapi saat S2 saya menggunakan dana pribadi. saya yakin bisa, karena saya yakin Allah akan kasih jalan selama niat dan tujuan kita baik. Yang paling menyedihkan adalah saat tinggal satu langkah lagi lulus S2, saya kehabisan uang dan belum bisa membayar uang SPP sebesar 16 juta rupiah. Jika kondisi ini diketahui orang tua saya, saya yakin saya akan diminta pulang. Karena dimata orang tua saya, angka tersebut sangat besar," ujarnya.

Berkat bantuan dari seorang donatur, Lusita mendapat pinjaman lunak dan bisa melanjutkan proses studinya. Namun pinjaman tersebut harus Ia kembalikan dalam waktu tiga bulan.

"Saat seminar, saya tidak nervous untuk mempertahankan penelitian saya tetapi bingung bagaimana saya harus mengembalikan uang tersebut," tuturnya.

 Allah SWT pun membuka pintu rejeki Lusita. Salah satu kawannya memberikan informasi bahwa ada beasiswa studi S2 ke China. Jika dihitung-hitung, besaran beasiswa yang ditawarkan bisa menutup semua hutang Lusita.

Foto Lusita di China (diambil dari laman Facebook Lusita)
"Waktu itu, saya mengurung diri di kamar selama 2 minggu untuk belajar agar lulus Tes of English as a Foreign Language (Toefl), nilainya harus di atas 550. Saya hanya keluar untuk shalat, makan dan mandi. Alhamdulillah semua perjuangan saya terbayar saat saya dinyatakan mendapatkan beasiswa full di Xiamen University China. Hutang saya pun terbayar lunas," ujarnya.

Setelah mendapatkan Surat Keterangan Lulus (SKL) program magister dari IPB, saya lalu melanjutkan studi ke College of the Environment and Ecology, Xiamen University, China. Kini, Lusita tinggal menyelesaikan penelitiannya. Insya Allah tahun depan, Ia akan menyandang gelar Master of Science. Begini kira-kira nama panjangnya Lusita Meilana, S.Pi, M.Si, M.Sc.
 
Foto Lusita menikmati keindahan alam China (diambil dari lama Facebook Lucita)

Perjuangan menyelesaikan studi sarjana di IPB

Ingatan yang selalu terekam kuat tentu saja adalah rumah kecil berukuran 5x5 m yang Ia sebut sebagai istana. Ketika hujan disertai angin kencang datang, rumah yang beratapkan alang-alang dan dinding yang terbuat dari anyaman bambu yang sudah usang ini bahkan sempat roboh karena tak kuat menahannya.

“Saya dan kakak saya selalu dimasukkan ke dalam sebuah kotak besar yang terbuat dari kayu saat hujan (grobok bahasa jawanya) sedangkan Ayah dan ibu saya berlindung dibalik sebuah papan agar tidak terkena air hujan. Dirumah inilah saya tumbuh dan dibesarkan,” ceritanya.

Sungguh Ia tak pernah bermimpi, gadis desa dari Pematang Tahalo ini akhirnya bisa menjejak kaki di China dan Jepang. Mematahkan dugaan orang-orang yang dulu menghina dan mencaci orangtuanya.

“Hingga saat ini Bidikmisi telah menjadi pengantarku dalam melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi yaitu S2, dari sini aku diberi kesempatan menjadi mahasiswa Pasca Sarjana IPB melalui program Fastract. Terimakasih kepada Bidikmisi yang telah menjadikanku Sarjana pertama di keluarga, memberikan pengalaman yang sangat bermanfaat, memberikan harapan kepada ku, ibu ku Dwi Setyawati, bapakku Sutiyo, kakak ku Novita Sastrawati dan keluarga besar ku,” tuturnya.

Lucita mengikuti berbagai kegiatan internasional menjadi asisten dan komite penyelenggara di Summer Course Introduction to Tropical Biodiversity from the Forest to the Sea Tokyo University of Agriculture vs Bogor Agricultural University selama dua periode yaitu 2013 dan 2014, dari Summer Course ini aku mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Tokyo University di Tokyo dan Tokyo University of Agriculture di Hokkaido,” ujarnya bangga.

Lucita pun berkesempatan mengunjungi Shanghai, China dengan menjadi presenter poster di jurnal international Elsevier pada konferensi ECSA 53 and Ocean & Coastal Management, Estuaries and Coastal Areas in Times of Intense Change. Menjadi presenter paper di Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting, Sapporo, Hokkaido University. Dan pada tahun 2015 diberi kesempatan lagi dalam“Accepted and funded in The 3rd International Workshop on the Science and Conservation of Horseshoe Crabs Hosted by the Kujukushima Aquarium and the University of Nagasaki, in association with the IUCN Horseshoe Crab Specialist Group and Sasebo City, Japan.”

Kisah lengkap perjuangan Lusita bisa kita baca di buku berjudul Metamorfosa. Lusita menjadi salah satu penulis inspiratif di buku tersebut.

Buku Metamorfosa, Kisah Inspiratif Mahasiswa Bidikmisi IPB
Buku Metamorfosa, Kumpulan Kisah Inspiratif Mahasiswa Bidikmisi IPB

Friday, September 16, 2016

Muslim Kamboja Lebih Sejahtera

Muslimah Kamboja Berhasil Raih Gelar Sarjana di IPB
Sisasman, Muslimah Asal Kamboja
Rabu (21/9) Institut Pertanian Bogor (IPB) akan mempersembahkan lulusannya untuk berkarya membangun bangsa. Di antara para wisudawan, ada muslimah asal Kamboja yang berhasil meraih gelar sarjana di IPB.

Setelah menempuh pendidikan di IPB selama lima tahun, Sisasman (26 tahun), gadis manis asal negara yang memiliki semboyan "Bangsa, Agama, Raja" ini akan merasakan menjadi lulusan IPB. Sisasman diterima di IPB pada tahun 2011 di Departemen Manajemen Hutan Falkultas Kehutanan melalui Jalur Undangan (Beasiswa IDB dari Arab Saudi). 

Ia mengikuti jejak kakak kandungnya yang berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Gajahmada (UGM) jurusan Farmasi dari jalur beasiswa yang sama. Beasiswa IDB dari Arab Saudi ini memang diperuntukkan bagi warga muslim dari negara-negara yang penduduk muslimnya minoritas. Sebut saja, Vietnam, Kamboja, Thailand, Philipina dll.

Keberhasilan Sisasman meraih gelar sarjana (di luar negaranya), tak lepas dari cara pandang negara yang beribukota di Phom Phen ini terhadap rakyatnya yang beragama Islam. Menurut Sisasman, warga muslim di Kamboja mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan warga lain. 

"Dulu memang kami tidak diperbolehkan memakai hijab, namun sekarang hijab sudah menjadi hal yang biasa di Kamboja. Kami bebas sekolah dan bebas bekerja di bidang apapun. Bedanya, di sekolah kami tidak mendapatkan pendidikan agama Islam, kami belajar Islam dari keluarga. Alhamdulillah keluarga saya keturuan Islam dari Kerajaan Champa," ujarnya.

Kerajaan Champa dahulunya adalah sebuah wilayah di utara Vietnam yang menjadi basis perkembangan Islam. Saat perang berkecamuk, beberapa warga Champa mengungsi ke Vietnam, Kamboja bahkan ke Myanmar. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Champa.

"Kalau saya berjumpa dengan muslim asal Vietnam atau Myanmar, kami bisa berkomunikasi dengan bahasa Champa. Saya belajar Champa dari ibu saya, kebetulan beliau pernah diajarkan bahasa Champa oleh nenek," ujarnya.

Sebelum ke IPB, Sisasman sudah menjalani pendidikan di perguruan tinggi di Kamboja selama tiga semester di jurusan pertanian. Itulah alasannya Ia memilih IPB. Selain itu, menurutnya IPB adalah universitas terbaik ke-3 di Indonesia dan Indonesia adalah negara yang cantik, indah, serta penduduknya mayoritas muslim. Selama di Indonesia, Sisasman sudah mengunjungi beberapa kota besar seperti Kalimantan, Bengkulu, Bandung dan Solo.

“IPB adalah kampus yang luar biasa, lulusannya mampu bersaing. Kebiasaan di negara saya dan di Indonesia serta budaya mungkin mayoritas sama karena memang masih dalam Asia Tenggara, namun tetap saja perlu adaptasi dari saya dan dari teman-teman yang ingin dekat/mengenal saya dan negara saya lebih jauh. Yang lucu adalah, kadang saya merasa tidak lucu disaat teman-teman satu kelas tertawa, hal ini dikarenakan mungkin basic saya yang masih sedikit tentang Indonesia, sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi saya dengan kosa kata dan pengetahuan yang disampaikan di kelas,” tuturnya.

Menurutnya, pengalaman tak terlupakan adalah di saat praktik ke lapangan yang berminggu bahkan berbulan-bulan. Disana Ia bisa mengenal semuanya lebih dekat dan bisa mengerti kebiasaan serta sifat asli dari teman-temannya. 

“Dengan praktik ini saya mendapat kenalan bahkan keluarga baru bagi saya, serta saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman saya yang tulus ingin dekat dengan saya tanpa mengharapkan apa-apa, semoga kita sukses semua ke depannya Aamiinn,” ujarnya.

Selama menempuh pendidikan di IPB, Sisasman aktif sebagai asisten praktikum matakuliah Hidrologi, nggota Kelompok Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Profesi FMSC, anggota Association of IDB-sponsored Student in Indonesia (AISI) dan aktif di organisasi IDB- Bogor sebagai Komisi Administrasi dan Keuangan.

Setelah lulus, gadis yang dilahirkan di Ondong Snay Village, Ondong Snay Commune, Rolea Pa Ear Distric, Kompong Chhnang Province, Kamboja ini ingin kerja dan menikah di Kamboja. Selamat berkarya Ukhti, selamat menebarkan kedamaian Islam :)